SHARE

Persentase Pengaduan Tes CASN yang masuk ke Ombudsman (istimewa)

CARAPANDANG.COM - Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pemeriksaan Laporan Keasistenan Utama VI Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Sobirin mengatakan bahwa pihaknya telah menerima 273 laporan pengaduan seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) Tahun Anggaran 2021 dari seluruh Indonesia.

“Ombudsman telah menerima laporan dari posko pengaduan CASN TA 2021 sebanyak 273 laporan dari seluruh Indonesia, dan saat ini (penerimaan laporan, red.) masih berlangsung,” kata Ahmad Sobirin ketika memaparkan temuan Ombudsman RI dalam diskusi isu aktual bertajuk, “Update Publik Hasil Pengawasan Pelayanan Bidang Kepegawaian dan Jaminan Sosial” yang disiarkan di kanal YouTube Ombudsman RI, dan dipantau dari Jakarta, Senin (15/11/2021).

Dari 273 laporan tersebut, sebanyak 121 laporan merupakan laporan yang diterima oleh pusat dan 152 merupakan laporan yang diterima di 34 wilayah perwakilan Ombudsman RI.

Dalam sebaran laporan pusat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menempati posisi sebagai terlapor tertinggi dengan 65 jumlah laporan, yang kemudian disusul oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dengan sembilan laporan, serta Kementerian Agama dan Kementerian Perhubungan dengan masing-masing memperoleh lima laporan.

Sedangkan, di wilayah perwakilan, Sulawesi Tengah menempati posisi tertinggi dengan 20 laporan, kemudian Jakarta dengan 14 laporan, dan Kepulauan Bangka Belitung dengan 13 laporan.

“Temuan Ombudsman dalam pelaksanaan seleksi CASN ini utamanya adalah permasalahan mengenai status administratif yang dihadapi oleh pelamar,” ungkap Sobirin.

Ijazah pelamar yang tidak sesuai dengan syarat kualifikasi pendidikan menjadi penyebab para pelamar tidak memenuhi syarat administrasi.

Berdasarkan penilaian Ombudsman, Sobirin mengatakan bahwa coaching clinic analisis kebutuhan SDM CASN yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tidak berjalan dengan efektif, sehingga tidak ada penetapan standar kualifikasi pendidikan antara instansi dalam penyediaan jabatan atau posisi yang sama.

Halaman :