SHARE

Ilustrasi (istimewa)

CARAPANDANG.COM - Pandemi COVID-19 yang beberapa waktu lalu memutuskan interaksi sosial orang-orang secara langsung melalui aturan PPKM yang dilakukan oleh pemerintah ternyata tak menghentikan tindak perundungan atau bullying pada orang-orang yang menjadi target pelaku.

Psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia, Pingkan Rumondor mengatakan, di masa pandemi ini perundungan yang terjadi khususnya di tempat kerja terjadi secara daring seperti dalam rapat online dengan peserta yang melontarkan komentar mengandung unsur melecehkan, email berisi pergosipan dan via telepon.

Dia mengutip sebuah penelitian pada tahun 2020 oleh satu organisasi mengungkapkan, peningkatan angka responden yang mengeluhkan pelecehan dan direndahkan berbasis gender, etnis dan usia di masa pandemi.

Dari kacamata psikologi, menurut Pingkan, ada beberapa hal yang membantu melanggengkan tindak perundungan di tempat kerja, seperti gaya kepemimpinan yang otoriter, iklim kerja yang rentan membuat karyawannya stres.

Selain itu, sebagian orang masih berpegang pada budaya kolektif yang salah satunya mengutamakan keharmonisan. Seorang saksi perundungan bisa berpikir melaporkan peristiwa yang dia lihat sebagai upaya merusak kerharmonisan.

"Misalnya saya sebagai saksi nih melihat ada terjadi perilaku bullying saya merasa 'Aduh laporin enggak ya?' karena ketika saya konfrontasi berarti saya membawa diri saya ke dalam suatu konflik," tutur Pingkan dalam sebuah webinar terkait peringatan Hari Toleransi Internasional ditulis Selasa (16/11/2021).

Pingkan mengatakan, pemikiran semacam ini dapat mempersulit seseorang untuk maju mengintervensi terjadinya perilaku bullying.

Penyebab lainnya bullying terjadi, yakni masih dianutnya senioritas di beberapa organisasi. Karyawan yang lebih senior dirasa perlu dihormati karena stratanya lebih tinggi ketimbang yang baru. Dalam hal ini, ada pihak yang berkeingnan merendahkan pihak lain secara sengaja.

Dalam hal perundungan, Pingkan menekankan tiga hal di sini yakni kesengajaan, dilakukan berulang-ulang dan ada ketidakseimbangan kekuasaan misalnya ada salah satu pihak yang merasa superior atau lebih tinggi dan satu lainnya merasa inferior.

Dari sisi pelaku, menurut Pingkan, walau terkadang dia mengaku tak sadar perilakunya menyakiti orang lain. Tetapi, ada alasan-alasan di balik tindakannya yakni rasa tidak mampu rasa malu terhadap diri sendiri yang sedang dia berusaha tutupi dengan menjatuhkan orang lain.

Dengan kata lain, pelaku bullying sebenarnya sangat tidak nyaman dengan dirinya sehingga agar dia tidak perlu merasakan hal ini maka dia akan menyerang atau menarget orang yang menurut mereka lebih rendah.

Apa dampaknya bagi mereka yang dirundung? Kemungkinan munculnya pikiran negatif terkait diri mereka, seperti ada yang salah dengan diri, ada rasa ragu-ragu yang menurunkan produktivtas kerjanya. Buntutnya, ini berdampak yang buruk bagi kesehatan mentalnya.

Halaman :