SHARE

carapandang.com

CARAPANDANG.COM - Dengan menggenggam ponsel pintarnya, Karsini, penjaga salah satu rumah indekos di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, sumringah saat berbicara dengan keluarganya di Kebumen, Jawa Tengah, melalui panggilan video.

Beberapa kali ia melambaikan tangan, tanda menyapa dengan keluarganya yang lama terpisah sejak ia memutuskan merantau ke Jakarta.

Persiapan Shalat Id, baju baru hingga makanan menjadi menu pembicaraannya sore itu, menjelang dua hari Lebaran yang jatuh pada Kamis, 13 Mei 2021.

Maklum, tahun ini menjadi tahun kedua bagi wanita tiga anak itu tidak merayakan Idul Fitri bersama keluarga besarnya.

Ia sudah sepakat dengan suaminya untuk menahan diri tidak mudik ke Jawa Tengah mengingat pandemi yang belum kunjung usai.

Karsini tak ingin momentum pulang kampung yang identik padat pemudik, memicu penyebaran virus COVID-19 yang bisa saja merugikan diri dan keluarganya.

Belum lagi persyaratan perjalanan saat larangan mudik yang tidak sedikit memakan waktu dan biaya, juga menjadi pertimbangannya.

Maka, ketika waktu senggang selesai melakukan pekerjaannya, ia pun memanfaatkan waktu itu untuk intensif melakukan komunikasi melalui panggilan video.

Panggilan video atau "video call" saat ini menjadi fitur andalannya saat pembatasan aktivitas di luar rumah akibat COVID-19, yang dihadirkan layanan pesan berbasis aplikasi, WhatsApp.

"Video call" membuat ia bisa melakukan tatap muka di ruang virtual tanpa harus bertemu secara fisik.

Jauh di lubuk hatinya, Karsini pastinya ingin bertemu langsung secara fisik, apalagi kini ia sudah memiliki satu orang cucu.

Sejak pandemi COVID-19, ia kerap melakukan panggilan video bahkan lebih dari dua kali sehari.

Tujuannya, sekali lagi untuk mengobati rasa rindu dengan keluarga dan kampung halaman.

“Lumayan bisa melihat wajah keluarga di video, mengobati kangen,” katanya.

Saat Lebaran, ia berencana melaksanakan ibadah Shalat Id di rumah indekos yang memiliki lantai di atas atap atau di masjid terdekat dengan protokol kesehatan.

Larangan mudik
Pemerintah membuat peraturan larangan mudik 2021 untuk mencegah penyebaran penyakit dari virus SARS CoV-2 itu.

Aturan tersebut tertuang di dalam Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 13 tahun 2021 tentang peniadaan mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah dan upaya pengendalian penyebaran COVID-19 selama Ramadhan.

Larangan mudik berlaku mulai 6-17 Mei 2021 yang didahului dengan pengetatan mudik 22 April-5 Mei 2021 dan setelah masa larangan yakni kembali pengetatan arus balik dari 18-24 Mei 2021.

Larangan mudik itu berlaku untuk pelaku perjalanan dengan seluruh moda transportasi baik darat, laut, udara dan perkeretaapian.

Pada masa pengetatan mudik, pelaku perjalanan harus melampirkan hasil negatif COVID-19 melalui tes usap berbasis PCR, tes usap antigen atau GeNose dalam waktu 1X24 jam sebelum keberangkatan.

Sedangkan pada masa larangan mudik, pemerintah memberikan pengecualian untuk mereka yang diperbolehkan melakukan perjalanan di antaranya masyarakat dengan keperluan khusus non mudik misalnya keperluan dinas dan kunjungan keluarga sakit.

Selain itu, kunjungan duka anggota keluarga dan ibu hamil yang didampingi satu orang dan dua orang pendamping untuk kepentingan persalinan.

Para pelaku perjalanan non mudik itu juga harus melampirkan Surat Izin Keluar Masuk (SKIM) dengan melampirkan surat tugas dari kantor apabila kepentingan perjalanan dinas.

Untuk masyarakat umum harus melampirkan SKIM dengan tanda tangan basah/elektronik dari lurah atau kepala desa.

Pada masa larangan mudik juga tidak semua terminal keberangkatan beroperasi misalnya untuk angkutan darat bus antarkota antarprovinsi (AKAP) di DKI Jakarta hanya dibuka di Terminal Kalideres dan Terminal Pulo Gebang.

Sedangkan jumlah armada bus dibatasi dengan tanda stiker khusus dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

Tak hanya itu, pada masa larangan mudik ini, ada sejumlah titik penyekatan dan pemeriksaan.

Di DKI Jakarta misalnya ada 31 titik yang terdiri dari 17 pos pemeriksaan dan 14 titik penyekatan yang dikoordinasikan dengan Polda Metro Jaya.

Penyekatan itu dilakukan di jalur arteri, ruas tol hingga jalur “tikus” dalam Operasi Ketupat Jaya 2021.

Petugas gabungan diterjunkan mulai dari TNI dan Polri, Dinas Perhubungan hingga Satpol PP dengan jumlah personel mencapai 4.276 orang.

Tak hanya mudik lintas provinsi, seluruh kegiatan mudik termasuk mudik lokal dalam satu kawasan perkotaan atau aglomerasi di Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (bodetabek) juga dilarang.

Ibadah di rumah
Gubernur DKI Anies Baswedan mengajak umat Islam untuk melaksanakan Shalat Id di rumah masing-masing untuk menekan penyebaran COVID-19.

Jika ibadah diadakan di luar rumah, ia mengimbau agar dilakukan di masjid terdekat dari rumah dengan memastikan penerapan protokol kesehatan.

Pengurus masjid juga perlu membatasi kapasitas misalnya hingga 50 persen baik shalat id yang digelar di lapangan maupun dalam masjid.

Masjid Istiqlal di Jakarta Pusat misalnya membatalkan pelaksanaan Shalat Id karena pandemi virus corona yang belum surut.

Sedangkan Masjid Agung Al Azhar mengadakan Shalat Id di lapangan setempat dengan alokasi 50 persen dari total kapasitas sekitar 5.000 jemaah.

Selain itu, kegiatan malam takbiran dan ziarah kubur juga ditiadakan 12-16 Mei 2021 untuk menekan kerumunan masyarakat sehingga tidak ada klaster baru penyebaran COVID-19.

Sejatinya, semua kebijakan itu dilakukan untuk menekan penyebaran COVID-19.

Melonjaknya kasus positif COVID-19 di Singapura, Filipina, India dan bahkan Malaysia yang kembali melakukan penguncian wilayah pastinya menjadi pelajaran berharga untuk diantisipasi.

Niat Karsini yang tidak mudik saat masa pandemi ini bisa menjadi contoh kecil bagi masyarakat lain untuk menahan diri, agar penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia bisa benar-benar bisa ditekan.