SHARE

istimewa

CARAPANDANG.COM - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu mengatakan literasi harus menjadi fokus dalam pengembangan inklusi keuangan untuk menciptakan pemahaman dan kepercayaan.

"Sangat penting bagi konsumen untuk mengetahui hak-haknya dalam jasa keuangan. Memberikan pemahaman terkait hak konsumen dalam jasa keuangan harus diawali dengan literasi terhadap bidang itu sendiri," kata Thomas dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan penetrasi masyarakat yang telah mendapatkan akses ke sistem keuangan formal masih rendah dengan hanya sekitar 38 persen yang baru memahami literasi keuangan.

Dari angka tersebut, lanjut dia, pemahaman yang paling rendah adalah mengenai lembaga keuangan mikro yang baru mencapai angka 0,85 persen.

Kondisi ini, menurut dia, sangat disayangkan mengingat lembaga keuangan mikro dapat turut membantu memberikan pembiayaan untuk UMKM.

Untuk itu, Thomas memastikan inklusi keuangan dibutuhkan untuk mencapai pemerataan ekonomi karena dapat membuka akses masyarakat, kepada layanan keuangan, baik yang disediakan oleh bank maupun lembaga keuangan nonbank.

"Kehadiran lembaga keuangan nonbank seperti fintech, tentunya dapat membantu golongan masyarakat unbanked ini, akan tetapi hal ini juga harus dibarengi dengan peningkatan literasi keuangan agar masyarakat memahami jenis layanan yang mereka akses, risiko, dan upaya keamanan yang harus mereka lakukan dalam melakukan transaksi keuangan," ujarnya.

Namun, ia mengakui upaya memasyarakatkan literasi jasa keuangan di masyarakat tidak mudah karena masyarakat Indonesia sangat heterogen, baik dari sisi budaya, bahasa, tingkat pendidikan, cara hidup dan juga karakteristik kegiatan ekonomi.
 

Halaman :