SHARE

Ilustrasi - Kapal "Mother Vessel" labuh jangkar di Perairan Pulau Pangkil, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (istimewa)

CARAPANDANG.COM – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau gagal menarik sumber pendapatan baru dari retribusi jasa labuh jangkar kapal, yang ditargetkan Rp200 miliar/tahun.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Riau, Junaidi, di Tanjungpinang, Selasa (21/9/2021), mengatakan masih terus melobi pemerintah pusat agar dapat mengelola jasa labuh jangkar.

Konsolidasi dan koordinasi juga dilakukan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Sumatra Selatan. Kedua provinsi itu juga sedang menghadapi permasalahan kewenangan pengelolaan laut 0-12 mil berdasarkan UU Nomor 23/2014.

"Kami tetap melakukan berbagai upaya. Konsolidasi dengan Pemprov Sulawesi Utara dan Sumatra Selatan dilakukan, karena senasib, meski beda permasalahan," kata Junaidi.

Berdasarkan data, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengeluarkan Surat Nomor: UM.006/63/17/DJPL/2021 tertanggal 17 September 2021 tentang Penyelesaian Permasalahan Pengenaan Retribusi Pelayanan Kepelabuhan oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan surat itu, Kemenhub mengelola jasa labuh jangkar.

"Pemprov Kepri melalui Badan Usaha Kepelabuhanan masih bisa mengelola bisnis lainnya seperti distribusi logistik dan air. Ini sudah dilakukan di Selat Riau dan Tanjung Berakit," ujarnya.

Junaidi mengemukakan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk mengelola jasa labuh jangkar sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu sampai sekarang.

"Kami akan terus melobi agar dapat mengelola retribusi labuh kapal," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Kepri Ansar Ahmad merasa optimis dapat mengelola jasa labuh jangkar karena amanah undang-undang.

Pemprov Kepri mulai memungut jasa labuh jangkar bagi kapal-kapal yang memanfaatkan Perairan Galang di Kota Batam, sekitar Selat Malaka sebagai lokasi lay up.

Pemprov Kepri memperkirakan dapat meraup pendapatan asli daerah sekitar Rp700 juta per hari dari jasa labuh jangkar di Perairan Galang dan lainnya, atau Rp200 miliar dalam setahun.