SHARE

istimewa

CARAPANDANG.COM- Ikatan Dokter Indonesia mendorong terjalinnya kolaborasi antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) untuk mengembangkan saintifikasi jamu.

"BPOM sebagai pihak yang memiliki otoritas di masalah obat termasuk jamu, kami tunggu arahan. IDI melalui lembaga riset, PDPOTJI bersama mengembangkan jamu. Kami di IDI masih bisa meresepkan jamu kalau sudah kualitas obat," kata Ketua Umum IDI Daeng Mohammad Faqih dalam "Online Talk Show Spesial Hari Jamu 2021", Minggu.

Daeng mengatakan, Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan-tumbuhan termasuk bahan obat yang perlu didorong untuk dikembangkan sehingga bisa masuk dalam resep dokter.

"Kami yakin di Indonesia, tumbuh-tumbuhan, bahan obat besar sekali (potensinya), sayang sekali kalau tidak kita dorong untuk dikembangkan menjadi obat atau jamu yang bisa digunakan dokter," kata dia.

Menurut dia, kolaborasi yang nantinya terwujud bisa menjadi pekerjaan yang luar biasa untuk bangsa Indonesia.

"BPOM sebagai pengayom, IDI melalui lembaga riset dan PDPOTJI untuk melakukan pengembangan jamu yang bisa dimanfaatkan dokter yang berkualitas obat dengan riset-riset saintifikasi. Kalau ini dikerjakan sepertinya pekerjaan yang luar biasa untuk bangsa," tutur Daeng.

Dalam kesempatan itu Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Reri Indriani, menyambut baik ajakan kolaborasi ini.

Dia mengatakan, BPOM terus berkomitmen terus melakukan pengawalan dalam pengembangan herbal mengingat memiliki potensinya yang besar Indonesia.

"BPOM berkomitmen untuk pengawalan riset dengan melakukan pendampingan regulatori bagi para peneliti dan pelaku usaha sejak penyusunan protokol uji klinik, pra-klinik hingga pelaksanaan uji klinik melalui workshop dan beberapa penyederhanaan proses, mengedepankan aspek keamanan, manfaat, dan mutu," kata Reri.

Menurut Reri, uji klinik penting untuk memperoleh data klinik yang valid dan kredibel sehingga obat tradisional dapat sukses menjadi bentuk fitofarmaka yang berkualitas, berkhasiat, dan diharapkan bisa masuk ke dalam JKN.

BPOM belum lama ini diminta Kementerian Kesehatan menjadi tim dalam Kebijakan Obat Nasional (KONAS) penyusunan obat herbal. Reri menuturkan, ini menjadi sinyal positif adanya langkah fitofarmaka bisa masuk di dalam KONAS yang bisa digunakan dalam JKN.

"Tentu dengan screening ketat melalui pembuktian pra-klinik dan uji klinik," demikian ujar Reri.

Tags
SHARE